Ruteng, Kota kecil dan dingin ibukota Manggarai ini
merupakan kota favoritku di Flores. Sejak pertama kali kesini 3 tahun lalu, aku sudah langsung jatuh cinta dengan
kota ini. Ini adalah keempat kalinya aku kesini. Tujuan utamaku sekarang adalah
melihat keindahan sawah-sawah yang ada di Ruteng. Ditemani Selvi, gadis manis
nan ceriwis kenalanku yang orang asli Ruteng, pagi itu kami mengunjungi sawah
lodok yang bisa dilihat dari belakang bandara Ruteng. Selama ini, mungkin
wisatawan cuma mengenal sawah lodok yang ada di desa Cancar saja. Sekitar 10
menit kami sudah sampai di tempat tujuan. Menakjubkan! Itulah kata pertama yang
terlintas dalam pikiranku.
Persawahan yang berbentuk jaring laba-laba yang
dibuat di perbukitan dengan titik pusat di puncak bukit. Sekilas jadi mirip
piramida. Luar biasa!! Bagaimana bisa orang-orang Ruteng jaman dulu membuat
bentuk sawah yang demikian rumit ini. Berkali-kali aku hanya bisa berdecak
kagum. Sayang tempat ini kurang di kenal seperti halnya sawah lodok di Cancar.
Padahal kalau dikelola dengan baik.ini bisa menjadi atraksi wisata alam utama
di Ruteng.
Kami melanjutkan perjalanan kearah Liang Bua. Disini, di
belakang rumah-rumah penduduk, lupa nama desanya, juga banyak persawahan yang
indah. Sawah-sawah hijau membentang sejauh mata memandang. Benar-benar
menyegarkan! Yang unik disini, sebuah pohon kelapa tumbuh menjulang di tengah
persawahan. Mungkin terdengar biasa bukan? Hal ini menjadi tidak biasa karena
faktanya tidak ada pohon kelapa di Ruteng! Ini bicara mengenai Ruteng ya, bukan
Manggarai keseluruhan. Buat traveler yang suka akan keindahan alam seperti
persawahan, Ruteng adalah surganya.
Selanjutnya kami langsung bertolak ke Cancar. Menurut Selvi,
sawah di Cancar juga sedang hijau-hijaunya. Sampai di Cancar jam 11 siang dan
matahari bersinar dengan sangat terik. Selvi ngobrol dengan bahasa Manggarai
dengan warga disana. Entah apa yang mereka obrolkan. Setelah itu kami langsung
naik untuk melihat lodok dari atas bukit. Aku bertanya, kenapa kita tidak
mengisi buku tamu dan membayar iuran 20 ribu itu. Selvi menjelaskan, karena dia
orang Manggarai jadi kita tidak dikenakan retribusi! Inilah salah satu
keuntungan mempunyai teman orang local, heheh.. Kami tidak berlama-lama di Cancar
karena cuaca panas banget! Setelah puas berfoto-foto kami langsung beranjak
pergi.
Tujuan berikutnyanya adalah Desa Nanu, Rahong Utara untuk
mengunjungi Air Terjun Cunca Lega/
Tengku Lese. Sebenarnya tahun lalu aku sudah kesini tapi gagal sampai di air
terjun karena hari sudah terlalu sore dan mulai gelap. Jadi untuk mengobati
rasa penasaran aku kembali lagi mengunjungi air terjun ini. Perjalanan ke Desa
Nanu ditempuh sekitar sejam. Aku memarkir motor di depan sebuah rumah warga ,
sementara Selvi membeli permen dan biscuit yang akan dibagikan ke anak-anak
yang tinggal di sekitar air terjun. Dari desa Nanu ini sudah kelihatan Cunca
Lega dari kejauhan. Air terjun dua tingkat berpadu dengan persawahan yang
sangat indah. Untuk sampai ke air terjun kita harus trekking lagi selama sejam,
melewati sawah-sawah dan perkampungan penduduk. Lumayan menguras tenaga.
Kami
istirahat setelah melewati persawahan. Cuaca yang sangat panas membuat badan
cepat haus dan capek. Anak-anak kecil yang sedang bermain menghampiri kami.
Selvi membagikan permen kepada mereka sambil berfoto-foto bersama. Merekapun
menawarkan diri untuk menemani kami ke air terjun dengan riang gembira.
Perjalanan selanjutnya melewati perkampungan tempat anak-anak itu tinggal
disambut sapaan ramah para warga disana. Tidak ada tiket masuk/retribusi untuk
melihat air terjun karena tempat ini memang belum dikelola baik. Setelah itu
kami menyusuri parit kecil, melewati jembatan yang dibuat dari pipa paralon
berwarna putih, melewati persawahan kembali dan akhirnya sampai juga di air
terjun.
Mungkin karena musim hujan, jadi debit air terjun ini menjadi sangat
besar. Sebentar saja berdiri di depan air terjun badan sudah basah kuyup
terkena percikan airnya. Akupun harus bersusah payah mengambil foto sambil
melindungi kameraku dari percikan air. Tiba-tiba hujan turun dengan deras,
anak-anak itupun langsung berlarian. Badan sudah basah kuyup ketika kami
menemukan sebuah gubuk kecil di pinggir sawah untuk berteduh. Selvi
mengeluarkan biscuit dari tasnya dan membagikannya buat kami semua.
Ruteng sebenarnya kaya akan potensi wisata alam yang
menakjubkan. Alam yang indah dengan penduduk yang sangat ramah. Sayang
pemerintah disini sepertinya enggan mengembangkannya. Selama ini cuma Wae Rebo
saja yang digembar-gemborkan. Sampai kapan pariwisata Ruteng akan tetap dalam
masa kegelapan? Entahlah…