Gunung dengan ketinggian 2427 Mdpl ini
merupakan gunung tertinggi di Nusa Tenggara Timur ( NTT ) dan terletak di pulau
Timor. Setelah menginap semalam di homestay Lopo Mutis milik bapak Anin, jam 6
pagi ditemani Om Samuel sebagai guideku, setelah sarapan dua buah pisang goreng
dan segelas teh hangat, aku memulai pendakian dengan berbekal biscuit dan 3
potong gula merah karena nasi belum matang. Menurut pak Anin jarak homestay
sampai di puncak Mutis adalah 21 km. Jauh juga, pikirku. Aku estimasi kalau 1
jam bisa menempuh 4 km, berarti kurang lebih 5 jam aku akan sampai di puncak
Mutis.
Gunung Mutis
Berjalan
melewati hutan dengan pohon-pohon Eucalyptus yang sudah berusia ratusan
tahun dan berlumut seakan-akan membawaku ke dunia lain. Ditambah kabut yang
selalu menyelimuti hutan benar-benar menghadirkan suasana mistis! Setelah
kurang lebih 2 jam berjalan kami sampai
di hamparan padang rumput yang luas. Masyarakat disini menyebut tempat ini
Padang Lelofui. Dari sini kelihatan gunung Mutis berdiri dengan anggunnya di
kejauhan. Beberapa ekor sapi dan kuda tampak asyik merumput dengan tenangnya.
Padang Lelofui
Kubuka bekal yang dikasih oleh bapak Anin
dan memakan sedikit gula merah. Kami melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan
5 orang pendaki asal desa Eban (salah satu desa di kaki gunung Mutis) yang
bermaksud berpesta tahun baru di Puncak Mutis. Seorang diantara mereka tampak
memikul karung yang ternyata isinya seekor babi hidup! Sedang yang lainnya
membawa golok besar, pengorengar dan lain-lain. Lengkap sekali sehingga membuat
aku dan Om Samuel geleng-geleng kepala melihatnya. Disini om Samuel mengambil
air di sebuah sumber air yang airnya melimpah. Begitu dingin dan menyegarkan!
Padang II
Melewati padang savanna dan hutan kecil kami
beristirahat kembali di dekat kuburan tua yang konon makam orang Belanda jaman
dulu. Dari sini pemandangan luar bisa indah. Tampak gunung-gunung marmer
berdiri kokoh dibawah sana. Menakjubkan!
Ketika kembali memasuki hutan di sebelah
kiri tampak batu besar dan om Samuel berbicara dalam bahasa Dawan entah sama
siapa dan menyuruhku menaruh sepotong
biscuit disana. Katanya sih untuk permohonan ijin memasuki gunung Mutis.
Jalurpun semakin menanjak dengan hutan yang semakin lebat. Ketika mendekati
puncak 1 hujan turun dengan lebatnya. Segera kupakai jas hujannku. Kelima orang
asal Eban itupun kocar kacir mencari tempat berteduh dengan badan yang basah
kuyup. Berhenti sebentar di puncak 1 kamipun melanjutkan perjalanan ke puncak
2. Tepat jam 12 siang kami sampai di puncak
tertinggi gunung Mutis. Artinya 6 jam kutempuh waktu dari homestay
sampai disini. Hujan sudah mereda. Kabut menyelimuti seluruh bagian gunung.
Setelah memakan sisa-sisa biskuit dan berfoto-foto ala kadarnya kami bergegas
turun.
Sampai di puncak 1 kulihat 5 orang itu
sedang membereskan perlengkapan mereka. Mereka mengurungkan niat untuk berpesta
di puncak walaupun babi sudah terlanjur dipotong. Kami cuma bisa tertawa
melihat kelakuan mereka. Hujan turun semakin lebat mengiringi perjalanan kami
turun gunung. Jam 6 sore aku sampai di homestay dengan badan yang basah kuyup
dan perut yang super lapar karena seharian cuma makan biskuit dan gula merah
disambut pak Anin dengan muka cemas.
How to get there?
- Dari Kupang naik angkutan umum ke Soe. Bus Rp. 35.000 Travel Rp. 50.000
- Dari Soe naik Bemo jurusan Kapan Rp.10.000
- Dari Kapan naik ojek ke desa Fatumnasi Rp.60.000
- Guide ke gunung Mutis Rp.100.000
- Nginap di Homestay Lopo Mutis Rp. 100.000/malam
Nice post!
BalasHapusKunjungan pertama saya ke Fastumnasi hanya beberapa jam saja. Tapi saya tahu saya akan kembali karena masih banyak lokasi eksotis yang harus disambangi, salah satunya Gunung Mutis ini.
Btw untuk menginap di Lopo Mutis apakah harus datang langsung atau bisa book via telp?
Langsung saja datang kesana, karena sinyal hape kadang lelet disana
HapusBtw thanks sudah mampir
Gunung lakaan atambua
BalasHapusbagaimana cara mencari guide untuk ke sana?
BalasHapus